Tim BNPB melakukan pemetaan berbasis pesawat nirawak (drone) untuk kajian risiko bencana sekunder erupsi Gunungapi Ibu di Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara, Selasa (4/6). (Foto : Bidang Komunikasi Kebencanaan / Danung Arifin, @bnpb.go.id)
Halmahera Barat, goindonesia.co – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melalui Pusat Data Informasi Kebencanaan (Pusdatinkom), Direktorat Pemetaan Risiko Bencana dan Direktorat Mitigasi melakukan pemetaan berbasis pesawat nirawak (drone) untuk memonitor wilayah permukiman penduduk, jalur aliran sungai dan kondisi debris flow atau lelehan material lahar yang keluar dari rangkaian aktivitas erupsi Gunungapi Ibu di Halmahera Barat, Selasa (4/6). Giat pemetaan itu merupakan arahan langsung Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto S.Sos., M.M., yang diinstruksikan melalui Rapat Koordinasi Penanganan Darurat Erupsi Gunungapi Ibu pada Jumat (31/5), untuk memitigasi adanya potensi bencana sekunder dari erupsi Gunungapi Ibu.
Material lahar yang dimuntahkan Gunungapi Ibu selama erupsi dan kemudian terjadi penumpukan dapat menjadi ancaman bencana sekunder berupa banjir bandang lahar hujan jika diabaikan. Apabila terjadi hujan dengan intensitas tinggi dan terkonsentrasi di wilayah puncak gunung hingga hulu-hulu sungai dalam durasi yang cukup lama, maka potensi terjadinya bencana sekunder itu juga semakin besar.
Kepala BNPB meminta seluruh pihak baik dari lintas Kementerian/Lembaga termasuk Pemerintah Daerah Maluku Utara dan tentunya Pemerintah Kabupaten Maluku Utara agar senantiasa bersinergi dalam upaya mengurangi dampak risiko bencana. Kepala BNPB tidak ingin kejadian banjir lahar hujan seperti di Sumatera Barat yang telah menelan korban sebanyak 62 jiwa dan 10 lainnya dinyatakan hilang tidak terjadi di Halmahera Barat.
Oleh karena itu, Kepala BNPB menyamaikan dengan tegas bahwa perlu dilakukan upaya-upaya mitigasi dan kesiapsiagaan yang diawali dengan studi lapangan dan kajian yang komprehensif, salah satunya adalah dengan memetakan besaran material lahar, jalur hulu-hilir sungai, permukiman warga di lereng gunung hingga kondisi kawah puncak utama.
“Banjir lahar hujan Gunungapi Marapi menyebabkan 62 orang meninggal dan 10 hilang. Sudah hampir 15 hari sampai sekarang belum ditemukan,” kata Suharyanto
“Kalau memang betul ada penumpukan material sisa erupsi ini bisa segera diturunkan karena itu berbahaya. Jika terjadi hujan yang luar biasa maka bisa terjadi banjir bandang,” tambahnya.
Pada pemetaan tahap pertama, tim menyisir wilayah utara-barat laut Gunungapi Ibu dan berkonsentrasi di Desa Duono. Desa tersebut dilewati jalur hulu sungai yang nantinya bermuara di wilayah pesisir barat. Misi pesawat drone ini dilakukan untuk melihat kondisi vegetasi dan jalur sungai yang mengarah ke wilayah hilir dan melewati beberapa permukiman warga.
Pada pemetaan selanjutnya, tim menerbangan pesawat nirawak di atas Desa Togoreba Sungi yang juga dilalui sungai berhulu di wilayah utara-timur laut dan lebih dekat dengan puncak Gunungapi Ibu. Misi ini masih sama dengan yang sebelumnya, yakni untuk memonitor wilayah permukiman yang masuk dalam radius rawan bencana banjir lahar hujan.
Kemudian giat pemetaan pada hari yang kedua atau, Rabu (5/6), tim melanjutkan misi melihat jalur sungai yang berdekatan dengan permukiman warga di Desa Naga, atau desa terakhir yang paling dekat dengan wilayah hilir. Pemetaan area permukiman warga ini menjadi misi pertama tim untuk melihat luas cakupan wilayah, menghitung perkiraan dampak risiko bencana dan menentukan arah evakuasi serta penyelamatan.
Setelah monitoring wilayah permukiman selesai, tim akan menaikkan elevasi jelajah pesawat nirawak menuju beberapa titik hulu sungai untuk melihat topografinya. Dari pemetaan ini, tim berharap dapat melihat kontur wilayah perbukitan lereng kaki Gunungapi Ibu secara detil, khususnya di area hulu yang mengarah ke beberapa permukiman warga.
Adapun rencana giat yang ketiga, tim akan menaikkan level ketinggian dan area jelajah mendekati mulut kawah dan area timbunan material vulkanik lahar Gunungapi Ibu. Misi ini cukup menantang karena kondisi cuaca di lapangan sering berubah-ubah ditambah Gunungapi Ibu masih sering erupsi dalam interval waktu antara 16-30 jam sekali perhari.
Pada misi ini, sebelumnya tim telah berkoordinasi dengan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) terkait rekomendasi yang paling sesuai untuk menjalankan misi pemetaan. Selain PVMBG, tim juga telah berdiskusi dengan Balai Wilayah Sungai (BWS) Maluku Utara untuk studi kasus dan kajian awal solusi jangka menengah dan jangka panjang. Selama proses pemetaan, tim juga dikawal oleh dua personel Babinsa yang telah ditugaskan Komandan Kodim 1501 Ternate, Letkol Adietya Yuni Nurtono selalu Komandan Posko Penanganan Darurat Erupsi Gunungapi Ibu.
Sesuai rencana, pesawat nirawak akan diterbangkan di wilayah utara kawah Gunungapi Ibu dari Desa Tokuoku dan Sangaji Nyeku. Dua desa tersebut berada dalam radius kurang dari tujuh kilometer dan memang berhadapan langsung dengan jalur longsoran material lahar.
Menurut warga sekitar yang kemudian juga diakui oleh tim Pos Pengamataan Gunungapi Ibu, bahwa longsoran material lahar itu memang baru terbentuk selama Gunungapi Ibu mengalami erupsi di tahun ini. Sebelum erupsi, wilayah utara-barat laut dari puncak kawah utama Gunungapi Ibu masih berupa hutan dan perkebunan milik warga. Setelah terjadi erupsi, sebagian hutan dan perkebunan miliki empat KK tertutup material longsoran lahar tersebut.
Dalam operasi pemetaan itu, tim mengerahkan pesawat nirawak bernama Wingtra Gen-2 yang memiliki kemampuan pemetaan cepat untuk visual surveilance dan dapat menampilkan tangkapan kejadian secara langsung. Drone jenis tailsitter ini mampu menjangkau coverage area atau cakupan wilayah terbang dalam sekali pemetaan seluas kurang lebih 300 hektar selama kurang lebih 30 menit.
Sesuai dengan jenisnya, drone ini secara sistematis dapat diterbangkan secara vertikal menggunakan dua baling-baling utama yang kemudian dapat berubah mode menjadi fixed wing ketika melakukan misi pemetaan, sehingga tidak membutuhkan area lepas landas dan pendaratan yang luas. Di samping itu proses pesiapan terbangnya pun lebih cepat sehingga tim tidak membutuhkan yang waktu teralu lama dalam melakukan proses pemetaan hingga pengolahan data. (***)
*Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB