Brigjen TNI Antoninho Rangel Da Silva, Waas Intel KASAD (berkacamata hitam) Foto : Istimewa
Jakarta, goindonesia.co – Apa yang dilakukan TNI-AD saat membantu korban gempa di kabupaten Cianjur Jawa Barat yang terjadi beberapa waktu lalu?
”Beri motivasi dengan pendekatan kerohanian. Para korban saat itu stres dan bingung dengan bencana ini,” ujar Brigjen TNI Antoninho Rangel Da Silva, Waas Intel KASAD bidang manajemen yang menjadi komandan pendistribusian Bantuan Kasad kepada korban gempa bumi Cianjur di Desa Mangunjaya, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Jumat 9 Desember 2022.
Saat terjadi bencana gempa tersebut, Prajurit TNI AD dengan bantuan babinsa lokal setempat adalah pihak pertama yang datang langsung membantu mengevakuasi para korban bencana gempa yang menewaskan 327 warga tersebut.
Antoninho yang putera asli kelahiran Timor Timur ini langsung mendekati para korban setelah mereka masuk ke tenda-tenda pengungsian. Spontan, pria lulusan Akademi Militer (Akmil) angkatan 1992 itu mengajak bicara dari hati ke hati dengan para pengungsi.
”Mereka kebingungan. Selain kehilangan anggota keluarganya juga harta bendanya,” ujar Antoninho ketika berbincang-bincang dengan tim Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) yang dipimpin oleh Ervik Ari Susanto selaku penasihat SMSI Pusat, Kamis malam, 8 Desember 2022.
Menurut Antoninho hal yang wajar para pengungsi dan korban bencana alam ini bingung dan galau. Misalnya ada seorang ibu yang mengeluhkan panasnya tempat pengungsian saat di siang hari dan betapa dinginnya di malam hari.
”Sebagai seorang muslim saya ajak bicara mereka dari hati ke hati. Saya hanya bilang, panasnya di bumi tetap tidak sepanas api neraka,” katanya.
Yang menarik, Antoninho yang pernah menjadi pasukan elite Raider TNI Angkatan Darat dan ikut serta mendesain pembentukan Satuan Raider di lingkungan TNI AD kemudian kemudian memutar lagu Ebiet G Ade berjudul Masih Ada Waktu. Ternyata lagu tersebut membuat banyak orang yang mendengarnya terenyuh dan menangis.
”Ayo jangan menangis, sebaiknya kita berdoa kepada Allah SWT supaya keluarga yang menjadi korban menjadi syuhada dan mendapat tempat yang layak di Surga dan harta yang hilang segera mendapat gantinya,” ujar Antoninho yang ternyata seorang mualaf itu.
Biasanya, semua korban memang mengalami stres. Namun kondisi psikisnya pelan-pelan akan pulih. Pendekatan yang dilakukan Antoninho adalah pemberian bantuan psikologis awal atau Psychological First Aid (PFA). Intinya mendengarkan tapi tidak banyak bertanya. Memberi ruang untuk menyampaikan rasa takut.
Menurut Antoninho setiap orang punya ketahanan atau kemampuan beradaptasi dalam situasi sulit. Pemulihan trauma harus memperhatikan sumber-sumber daya lokal yang tersedia, melakukan pemulihan trauma lewat cara-cara yang familiar di mata masyarakat. ”Salah satu yang saya lakukan adalah berbicara dengan mereka bahwa semua ini adalah ujian dan cobaan dari Allah SWT. Sehingga kita patut bersyukur karena masih bisa selamat dari cobaan ini,” katanya.
Para korban ini harus diberikan semangat. ”Dirikan shalat lima waktu. Dengan Shalat segala cobaan yang dihadapi dapat diselesaikan,” katanya. (***)