Berita

ACT Akui Ambil 13,5 Persen Donasi: Kami Bukan Lembaga Zakat

Published

on

Presiden ACT, Ibnu Khajar (kanan) dan Dewan Pembina Syariah Ust Bobby Herwibowo (kiri) di kantor ACT, Jakarta Selatan. (CNN Indonesia/Yulia Adiningsih)

Jakarta, goindonesia.co – Aksi Cepat Tanggap (ACT) mengakui mengambil lebih dari 12,5 persen untuk operasional lembaga dari jumlah donasi yang berhasil dikumpulkan. ACT mengklaim hanya mengambil sekitar 13,5 persen dari donasi tersebut.
Presiden ACT Ibnu Khajar mengatakan penggunaan donasi itu tak masalah. Menurutnya, ACT adalah lembaga filantropi bukan zakat dan mendapat izin dari Kementerian Sosial.

Dalam aturan syariat Islam, untuk lembaga zakat, pemotongan donasi keagamaan tidak boleh lebih dari 12,5 persen. Sementara merujuk Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pengumpulan Sumbangan, menyatakan pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyak 10 persen dari hasil donasi.

“ACT bagaimana bisa mengambil 13,5 persen, sebagai amil zakat 12,5 persen, kenapa lebih? ACT bukan lembaga zakat,” kata Ibnu dalam konferensi pers di kantor ACT, Jakarta Selatan, Senin (4/7).

Ibnu menyampaikan untuk alokasi program di 47 negara butuh dana distribusi yang banyak. Pihaknya pun mengambil sebagian dana dari nonzakat, infaq atau donasi umum.

Menurutnya, untuk menutupi kebutuhan operasional yang banyak itu, pihaknya sampai melakukan pemotongan gaji.

Ia juga mengklaim ACT telah menarik semua fasilitas yang dianggap ‘mewah’. Meskipun menurut dia, fasilitas itu bukan untuk pribadi, melainkan penyambutan tamu.

“Struktur gaji menyesuaikan dengan dana filantropi,” ujarnya.

Ibnu mengatakan gaji presiden di lembaga kemanusiaan itu sempat mencapai Rp250 juta. Namun, besaran gaji itu tidak ditetapkan secara permanen.

“Jadi kalau pertanyaannya apa sempat diberlakukan kami sempat memberlakukan di Januari 2021 tapi tidak berlaku permanen,” kata Ibnu.

Lebih lanjut, Ibnu mengatakan besaran gaji itu tidak dilanjutkan salah satunya karena kondisi ACT tak stabil. Bahkan, sejumlah karyawan juga mengalami pemotongan gaji.

“Teman-teman merasakan terjadi pergantian komposisi, kami memilah dua hal apakah kami akan mengurangi karyawan waktu itu atau mengalokasi dana pada karyawan. Akhirnya kami memilih agar mengurangi beberapa gaji karyawan,” ucapnya.

Ibnu menyebu pemasukan ACT mengalami penurunan sejak awal pandemi Covid-19. Kemudian, penurunan kian parah pada 2021 silam.

“Sehingga kami minta seluruh karyawan untuk berlapang dada mengurangi gaji karyawan,” ujarnya.

Ibnu lantas mengungkapkan pendapatan yang kini diterimanya. Ibnu mengklaim pendapatannya saat ini tidak lebih dari Rp100 juta per bulan.

“Di pimpinan presidium, yang diterima tidak lebih dari Rp100 juta,” katanya.

Selain mengurangi gaji, ACT juga mengakui pengurangan SDM hingga 560 karyawan. Pengurangan karyawan ini disebut juga karena pandemi Covid-19.

“Kita memahami semenjak pandemi Covid menghantam bangsa kita, dan ini sudah tahun ketiga, tidak menutup kemungkinan bagi kami juga beberapa perusahaan dan lembaga-lembaga mengalami dampaknya, tidak terkecuali lembaga ACT,” ujarnya.

“Saat ini di tahun 2021, awal tahun 2021, kami memiliki SDM 1.688 orang, dan pada saat ini SDM terkini pada Juli 2022 ini jumlahnya 1.128 (karyawan),” imbuhnya.

Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menyatakan telah membuka penyelidikan atas masalah pengelolaan dana masyarakat untuk bantuan kemanusiaan yang dilakukan oleh ACT.

“Info dari Bareskrim masih proses penyelidikan dulu,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo kepada wartawan, Senin (4/7).

Penyelidikan dilakukan menyusul viralnya masalah pengelolaan dana masyarakat. Sempat viral tagar-tagar seperti ‘aksi cepat tilep’ dan ‘jangan percaya ACT’ di media sosial.

Berdasarkan laporan investigasi Tempo, sejumlah petinggi ACT diduga menyelewengkan donasi. Uang yang disalurkan oleh ACT tidak sesuai dengan jumlah yang berhasil digalang oleh lembaga tersebut.

Pengurus ACT dilaporkan mengambil lebih dari 20 persen uang donasi masyarakat untuk operasional lembaga.

Donasi itu diduga mengalir pada sejumlah petinggi ACT. Hal itu terlihat dari gaji bulanan mantan pimpinan ACT yang mencapai Rp250 juta. Belum lagi, berbagai aset yang dibeli menggunakan uang ACT seperti mobil, rumah, AC, sampai lampu gantung. (***)

Trending

Exit mobile version