Berita

4 Fakta Baru Perang Rusia-Ukraina, Makin Mengerikan?

Published

on

Foto: Kota Borodyan hancur setelah serangan Rusia. (REUTERS/GLEB GARANICH)

Jakarta, CNBC Indonesia – Perang Rusia dan Ukraina masih terus terjadi. Lalu bagaimana perkembangan terbarunya?

Berikut rangkuman CNBC Indonesia:

Sanksi Baru

Gelombang sanksi bagi Rusia kembali menerjang menyusul dugaan pembantaian warga sipil di Bucha, Ukraina, oleh pasukan dari Negeri Beruang Merah tersebut. Hukuman dari sejumlah negara pendukung Kyiv itu diproyeksikan menambah ‘derita’ yang telah dialami Rusia.

Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden kembali mengumumkan sanksi tambahan yang menargetkan lembaga keuangan Rusia, serta pejabat Kremlin dan anggota keluarga mereka, Rabu (6/4/2022).

Menurut tiga orang sumber yang mengetahui masalah tersebut, paket sanksi baru akan melarang investasi baru di Rusia dan perusahaan milik negara.

“Langkah-langkah ini akan menurunkan instrumen utama kekuatan negara Rusia dan menimbulkan kerugian ekonomi akut dan langsung di Rusia dan meminta pertanggungjawaban kleptokrasi Rusia yang mendanai dan mendukung perang Putin,” kata sekretaris pers Gedung Putih Jen Psaki, dikutip CNBC International.

Negara lain yang kembali mengumumkan sanksi untuk rusia adalah Selandia Baru. Negara di wilayah Pasifik itu akan menerapkan tarif sebesar 35% untuk semua impor dari Rusia dan akan memperluas larangan ekspor yang ada untuk produk industri yang terkait erat dengan industri strategis Rusia, mulai berlaku pada 25 April 2022.

Adapun, dalam laporan yang dirilis Nippon, pemerintah Jepang mengadopsi RUU untuk merevisi undang-undang tentang tindakan sementara mengenai bea cukai dan menyerahkannya ke Diet, Parlemen Jepang.

Jika undang-undang yang direvisi diberlakukan, tarif akan naik menjadi 6% dari 4% untuk kepiting, Salmon dan telur Salmon menjadi 5% dari 3,5%, dan kayu pinus parut menjadi 8% dari 4,8%.

Pemberlakuan itu akan meningkatkan biaya tarif tahunan Rusia dengan total 3,9 miliar yen. Sementara itu, tidak akan ada perubahan status bebas bea untuk impor gas alam cair dan paladium dari Rusia.

Sebelumnya, Australia juga akan melarang pasokan, penjualan, atau transfer barang-barang mewah tertentu secara langsung atau tidak langsung ke Rusia. Larangan itu berlaku mulai 7 April 2022.

Di Eropa, sanksi untuk Rusia juga kian bertambah. Kali ini, Uni Eropa mengusulkan agar menyetop impor batu bara bahkan, impor minyak mentah dari Rusia pun diwacanakan untuk disetop.

Dua putri Presiden Rusia Vladimir Putin juga akan kena sanksi. Namun belum jelas jenis hukuman yang diberikan.

Korban Sipil

Sementara itu, PBB mencatat jumlah korban sivil yang tewas sejak serangan Rusia ke Ukraina sudah mencapai 1.563 orang. Selain itu, ada 2.213 orang terluka.

Di ibu kota Ukraina, Kyiv, setidaknya 89 orang telah tewas, termasuk empat anak-anak. Administrasi Negara Kota Kyiv mencatat ada 167 rumah rusak sejak awal serangan Rusia.

“Sejak 24 Februari, pasukan Rusia telah merusak 44 sekolah di Kyiv, 11 gedung administrasi, 26 taman kanak-kanak dan sebuah panti asuhan,” tambah otoritas dikutip CNN International.

Pertempuran

Pertempuran terjadi di kota Severodonetsk. Kota ini berada di Donbass, Ukraina Timur.

“Rusia menembaki Severodonetsk, 10 gedung tinggi terbakar. Informasi tentang korban sedang diklarifikasi,” kata Gubernur Regional Serhii Haidai di Telegram.

Penembakan itu tidak mengenai fasilitas strategis atau militer. Ukraina menyebut serangan menghantam sebuah bengkel pabrik di Lysychansk dan sebuah rumah di wilayah Rubizhne.

“Pasukan Rusia telah menyerang kota-kota dan desa-desa di wilayah Luhansk sebanyak 81 kali pada malam sebelumnya,” tambah Haidai.

Sebelumnya Rusia menyebut akan menarik pasukan dari Kyiv dan kota lain Chernihiv. Namun AS dan sekutu beranggapan itu strategi baru untuk mereposisi pasukan.

Rusia sejauh ini telah meluncurkan 1.450 rudal ke Ukraina. Kota Mariupol disebut masih dikuasai Rusia.

NATO

NATO memberi komentar baru Rabu waktu setempat. Pakta pertahanan itu menyebut, konflik Rusia dan Ukraina akan berlangsung panjang.

“Kami tidak melihat indikasi bahwa Presiden Putin telah mengubah ambisinya untuk mengontrol seluruh Ukraina dan juga untuk menulis ulang tatanan internasional, jadi kami perlu bersiap untuk jangka panjang,” kata Sekretaris Jenderal Jens Stoltenberg.

“Selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.” (***)

Trending

Exit mobile version