Buka Kongres LVRI XII, Jokowi: Siapa Pun Presiden RI ke Depan Harus Konsisten Kembangkan Hilirisasi (Humas Setkab)
Jakarta, goindonesia.co : Presiden Joko Widodo (Jokowi) wanti-wanti siapa pun nanti pemimpin, presiden Republik Indonesia ke depan, sikap konsistensi terhadap pentingnya hilirisasi dan industrialisasi itu harus dijaga dan perlu terus diingatkan.
Demikian disampaikan Presiden didampingi saat membuka Kongres XII Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) dan Munas XI Persatuan Istri Veteran Republik Indonesia (PIVERI) 2022, di Plaza Semanggi, Balai Sarbini, Jakarta, Selasa (11/10/2022).
“Jangan kembali lagi ke ekspor mentah lagi. Hati-hati kita semuanya harus mengingatkan ini,” ungkap Presiden Jokowi dalam tayangan video di YouTube Sekretariat Presiden.
“Meskipun sekali lagi, kita digugat.Jadi kalau kita digugat ragu-ragu dan mundur lagi, kapan lagi kita akan bisa menikmati komoditas-komoditas dan kekayaan alam yang dimiliki oleh negara kita,” ujarnya pula.
Termasuk yang ketiga adalah hilirisasi, industrialisasi, yang juga sudah sering saya sampaikan. Hilirisasi itu apa sih? Kita ini
Menurut Presiden, sudah 77 tahun Indonesia merdeka, selalu bahan mentah yang diekspor. Nikel, tembaga, minyak, timah, dan kelapa sawit (CPO) diekspor dalam bentuk mentahan, tidak diolah terlebih dahulu hingga menjadi barang setengah jadi atau barang jadi.
“Sehingga nilai tambah itu ada di negara lain, pembukaan lapangan kerja juga adanya di negara lain, karena mereka yang mengindustrikan. Inilah yang secara konsisten akan kita lakukan,” kata Presiden Jokowi.
Tiga tahun yang lalu, Indonesia sudah menyetop ekspor nikel hingga digugat oleh negara-negara EU (Uni Eropa) ke WTO (Organisasi Perdagangan Dunia), dan sampai sekarang belum selesai.
“Karena kita setop, menurut aturan, kata mereka enggak boleh. Digugat. Ya kalau kita digugat, kemudian kita takut dan tidak berani terus maju, ya akan terus-menerus seperti yang dulu-dulu, mentahan terus yang kita ekspor,” kata Presiden.
“Gugat ya gugat, kita hadapi. Digugat itu bisa menang, bisa kalah. Kalah ya enggak apa-apa, banding lagi kita. Inilah yang secara konsisten akan terus kita lakukan. Setop nikel, tahun depan setop timah, tahun depan setop tembaga, karena nilai tambahnya ada di dalam negeri,” ujarnya.
“Saya berikan contoh, nikel. Waktu diekspor dalam bentuk mentahan, kita hanya mendapatkan nilai Rp15 triliun. Setelah diekspor dalam bentuk setengah jadi dan barang jadi, nilainya menjadi Rp360 triliun. Dari Rp15 triliun menjadi Rp360 triliun, baru satu barang. “
“Kalau barang yang lain, tembaga. Tembaga nanti begitu ini smelter di Gresik selesai, ini juga sama, setop. Tidak ada lagi yang namanya ekspor tembaga, semuanya harus dikerjakan jadi barang jadi di negara kita Indonesia,” ujarnya.
40 Persen Karyawan Papua
Secara khusus Presiden Jokowi menjelaskan tentang perkembangan Perusahaan Freeport.
“Saya baru saja ke Tembagapura melihat Freeport. Perlu saya sampaikan kepada para senior, para sesepuh, bahwa Freeport sekarang ini mayoritas sudah milik Indonesia, bukan milik perusahaan Amerika lagi.
Karena sebelumnya kita hanya diberi 9,3 persen. Tiga tahun kami negosiasi, sangat alot sekali, dan kita sekarang sudah memegang mayoritas 51 persen.
Saya dulu-dulu enggak mau ke Freeport karena itu bukan milik kita, tetapi sekarang saya ke Freeport karena jelas itu sudah menjadi milik BUMN kita, artinya milik Pemerintah Indonesia.
Juga, yang saya senang waktu ke sana saya cek ini karyawannya saya dengar banyak yang bule. Oh ndak, Pak, sekarang 98 persen itu adalah Indonesia.
Dan, yang saya senang lagi 40 persen itu adalah Papua, masyarakat Papua. Ini ada sebuah transformasi teknologi, ada sebuah transformasi ekonomi yang kadang-kadang kita enggak sadar.
Saya baru sadar setelah masuk ke sana, baru sadar bahwa ini transformasi ekonomi yang kita lakukan.
Kalau ini konsisten kita terus lakukan tanpa kita takut digugat, tambahan nilai tambah nanti akan melompat. Saya suruh ngitung kemarin, Bu Menteri Keuangan coba dihitung kita dari Freeport dapat berapa sih?
Dulu ya dapat dividen 9 persen, sekarang kita dapat dividen nya 51 persen, dapat pajaknya jelas lebih besar, dapat penerimaan negara bukan pajak (PNBP) lebih besar, kemudian dapat bea ekspor juga lebih besar.
Setelah dihitung-hitung dari pendapatan mereka, kita 70 persen itu masuk ke negara, dari yang sebelumnya hanya deviden 9 persen.
Kemudian juga, Blok Rokan. Kalau Freeport itu sudah 51 tahun dikuasai oleh Freeport-McMoran dari Amerika. Kemudian, untuk yang di Blok Rokan, ini urusan minyak dan gas yang sudah 97 tahun dikuasai oleh Chevron, 97 tahun.
Sekarang juga sudah 100 persen dimiliki oleh kita sendiri. Saya belum mengecek ke sana, akan dalam bulan-bulan ke depan saya ingin cek apakah ada peningkatan produksi, peningkatan income dari pengambilalihan seperti ini.
Tapi saya yakin sekarang anak-anak muda kita, SDM-SDM kita, saya merasa sudah siap dalam pengambilalihan seperti itu.
Ini akan terus kita lakukan, sehingga target dan yang sudah kita hitung, nanti di tahun 2030-an Indonesia akan masuk nomor tujuh GDP yang paling besar dunia.
Pada saat Indonesia emas, hitungan kita, kita sudah masuk ke-4 besar atau 5 besar ekonomi dunia. Asal konsistensi ini terus kita jaga,” kata Jokowi.
Informasi dari Setkab, Kongres bertema “LVRI yang dilandasi oleh jiwa, semangat, dan nilai juang ’45, LVRI siap mengawal NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945” ini dihadiri 300 orang peserta.
Mereka terdiri dari pengurus Dewan Pertimbangan Pusat, pengurus daerah dan cabang, badan pendukung dan anak organisasi, pengurus LVRI pusat dan daerah, serta Pemuda Pancamarga.
Turut hadir mendampingi Presiden dalam acara ini, Ketua Umum LVRI yang juga Wakil Presiden ke-6 RI Try Sutrisno, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menteri Sosial Tri Rismaharini, dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. (***)