Suasana belajar mengajar di ruang kelas I SDN Sriwedari 197 di Laweyan, Surakarta, Jawa Tengah. | Foto: Muhammad Noor Alfian
Solo, goindonesia.co : Hari pertama di pagi ajaran baru 2022-2023, nampak 54 siswa SDN Sriwedari 197 Solo, Jawa Tengah, berbaris di depan kelas. Para guru memberikan arahan untuk berbaris sekaligus mengenalkan setiap ruangan kelas pada siswa baru.
SDN Sriwedari 197 sendiri sudah berdiri sejak 1970 bertempat di Laweyan. Sekolah berdiri di atas sebidang lahan yang dulunya adalah sebuah kuburan.
Namun ada yang menarik perhatian di sekolah tersebut pada tahun ajaran baru ini. Jumlah siswa yang mendaftar terbilang minim, bahkan ada satu kelas yang hanya diisi satu siswa.
Faktor terbesar sepi peminat SDN Sriwedari 197 adalah setiap tahunnya banyak warga bermigrasi, menjual tanahnya, dan memilih tinggal di pinggiran. Bambang selaku kepala sekolah mengatakan hanya ada dua kampung di dekat sini, itupun anak kecilnya jarang.
“Salah satu faktornya geografis yang di lingkungan bisnis. Sedikit di sini dan kecil dulu sebelum ada banyak hotel, perkantoran, dan banyak kampung sehingga banyak anak, tapi sekarang tidak,” ungkapnya.
Selain faktor geografis, zonasi memperparah penerimaan siswa di sini, ungkap Bambang sembari menghelas nafas. Sebabnya banyak calon murid yang dari luar tidak bisa lagi masuk secara online.
“Adanya zonasi menambah berkurangnya siswa karena yang dari luar tidak bisa masuk secara online, tidak seperti dulu,” ungkapnya.
Fenomena di lingkungan bisnis serta zonasi paling parah terasa sejak tiga tahun lalu. Seperti dalam PPDB tahun ini, hanya ada satu dari tiga pemilih yang menempatkan SDN Sriwedari sebagai pilihan pertama.
“Penurunan jumlah siswa setahu saya sekitar tiga tahun lalu. Kemarin, dari tiga orang siswa hanya satu siswa kelas satu yang memilih di sini. Jadi total ada dua murid, namun yang satu tidak naik kelas” ungkapnya.
Bertempat di tengah kota dan kawasan sektor bisnis akhirnya banyak orang tua dengan kehidupan ekonomi menengah ke atas lebih memilih anaknya disekolahkan swasta. Menurut Bambang, alasannya karena kebanyakan orang tua siswa sibuk bekerja.
“Di sini lingkungannya banyak orang kaya jadi mereka memutuskan untuk menyekolahkannya di swasta. Sekaligus untuk menitipkan anaknya ketika kedua orang tuanya bekerja,” ungkapnya.
Sekarang, jumlah total murid di SDN Sriwedari 197 bahkan tidak mencapai 100 siswa. Kesemuanya terdiri dari 54 siswa didik mulai dari kelas I hingga kelas VI.
Menurut Bambang, sebelum ada pengumuman PPDB dari Dinas Pendidikan tidak ada siswa yang mendaftar online. “Setelah ada pengumuman PPDB terus ada siswa yang mendaftar, tapi tidak secara online tapi secara offline,” jelasnya
Namun, fenomena sepi siswa didik ternyata tidak hanya di SDN Sriwedari. Setidaknya ada 19 SDN yang mengalami nasib serupa.
“Bukan kami saja, namun ada 19 SDN yang sepi peminatnya. Bahkan ada satu SDN di daerah Kerten, yang tidak memiliki siswa yang mendaftar,” kata dia.
Hingga kini, menurut Bambang, solusi dari dinas adalah dengan adanya regrouping SDN. Namun untuk rencana baru selain itu akan diterapkan menunggu ajaran baru pada tahun depan. (***)