Kirab budaya pelarungan kepala kerbau, sebuah ajang Pesta Lomban, yang merupakan tradisi wajib bagi masyarakat pesisir Kota Jepara (Foto : @berita.jepara.go.id)
Jepara, goindonesia.co – Kemeriahan bernuansa budaya warnai Kabupaten Jepara sepekan setelah Lebaran Idulfitri, Rabu (17/4/2024) pagi. Yakni pada kirab budaya pelarungan kepala kerbau. Sebuah ajang Pesta Lomban, yang merupakan tradisi wajib bagi masyarakat pesisir Kota Ukir. Sebagai ritual wujud syukur atas berkah hasil laut.
Gelaran puncak pekan Syawalan di Jepara ini diawali sajian atraksi-atraksi budaya. Terdapat suguhan kesenian perkusi, lalu pementasan tari Sernemi di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Ujungbatu. Tarian tradisional itu merupakan tari khas masyarakat nelayan. Mulai kostum hingga properti yang dipakai para seniman identik ala pesisiran seperti dayung.
Ajang kirab budaya Pesta Lomban kali ini tetap sukses menarik animo masyarakat dari berbagai daerah berkunjung ke Jepara. Sejak pukul 06.00, ribuan pengunjung sudah terlihat memadati sekitaran TPI Ujungbatu. Mereka tak ingin ketinggalan dalam menyaksikan setiap momen prosesi larungan. Termasuk pertunjukan kesenian ataupun atraksi lain dari budaya lokal.
Acara pembuka prosesi larungan dilanjutkan dengan sambutan serta panjatan doa. Penjabat (Pj) Bupati Jepara H. Edy Supriyanta tampak hadir bersama jajaran Forkopimda, serta para pejabat teras di lingkungan Pemkab Jepara. Hadir pula di antaranya Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Cabang Jepara Sudiyatno.
Dalam sambutannya, Pj. Bupati H. Edy menyampaikan bahwa tradisi ini merupakan ciri khas masyarakat Jepara. Sekaligus menjadi warisan budaya yang sudah dilaksanakan secara turun-temurun. “Sesuai tradisi masyarakat Jepara, seminggu setelah Lebaran kita biasanya melaksanakan pesta lomban, di mana terdapat prosesi larungan kepala kerbau,” ujarnya.
Dia pun menceritakan asal mula tradisi larungan. Konon ritual ini berdasarkan kisah penyelamatan dua pejabat Kadipaten Jepara dari amukan badai laut. Peristiwa itu terjadi pada tahun 1855, saat tengah berlayar menuju ke Karimunjawa. “Perahu mereka terombang-ambing karena badai,” ujarnya.
Beruntung, Ki Ronggo Mulyo dan Cik Lanang mengetahui peristiwa tersebut dan segera memberikan pertolongan. Dari peristiwa itu kemudian diselenggarakan syukuran dengan melarung sesajen ke laut. Larungan tersebut kemudian menjadi sebuah tradisi tahunan yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat dengan istilah Lomban. “Mohon dipertahankan. Lomban ini semoga menjadi tradisi yang lestari,” tuturnya.
Prosesi ini, dia tekankan harus dimaknai sebagai wujud rasa syukur masyarakat nelayan kepada Allah Swt. Atas limpahan rezeki dari lautan sebagai sumber mata pencaharian. “Semoga kita semua senantiasa diberikan keselamatan dan keberkahan,” kata Pj. Bupati Jepara.
Pantauan di lokasi, terlihat satu kepala kerbau yang akan dilarung telah tertata rapi dengan perlengkapan adat lain. Terkemas dalam wadah berbentuk miniatur kapal. Hal ini sebagai simbol syukur dan doa. Berbagai ritual pun terangkai saat media itu hendak diarak menuju kapal pengangkut. Lantunan ayat suci Al-Qur’an sampai panjatan doa menggema dari pemuka agama setempat.
Diketahui bahwa kepala kerbau tersebut hasil penyembelihan di Rumah Pemotongan Hewan Jobokuto, sehari sebelum pelaksanaan kirab budaya lomban. Sedangkan bagian tubuh lain dimasak, lalu dibagikan untuk makan bersama saat pergelaran wayang kulit di TPI.
Arak-arakan miniatur kapal diiringi sejumlah penari Sernemi menuju kapal utama pengangkut larungan. Lalu, bertolak bersama kapal lain dari dermaga TPI Ujungbatu menuju laut sebelah selatan Pulau Panjang Jepara.
Dalam suka cita, jajaran pemerintah beserta masyarakat nelayan membawa miniatur kapal tersebut ke titik pelarungan. Sedekah laut itu dimaksudkan untuk ruwatan atau penolak bala. Sebuah tradisi yang bermakna permohonan agar dapat mendatangkan hasil laut yang melimpah, serta keselamatan ketika melaut.
Belum lama bertolak dari lokasi sandaran kapal terlihat ratusan perahu nelayan mengikuti. Berusaha mengejar dan memperpendek jarak dengan kapal utama. Jumlah itu terhampar bak potret kekuatan armada pertahanan laut masa Ratu Kalinyamat.
Setibanya di dekat Pulau Panjang, miniatur kapal pembawa kepala kerbau itu diapungkan oleh Pj. Bupati Jepara bersama rombongan ke laut. Para nelayan yang sedari awal mengikuti seketika merapat di sekitar area pelarungan.
Mereka berlomba mendapatkan aneka perlengkapan adat dalam miniatur kapal. Sebagian lain ada yang menimba air dari sekitar lokasi larungan untuk membasuh perahu hingga peranti melaut.
Dengan tradisi ini, Ketua HNSI Cabang Jepara Sudiyatno berharap, masyarakat nelayan Kota Ukir dianugerahi hasil laut yang melimpah. Termasuk senantiasa diberikan keselamatan saat beraktivitas di laut. “Mudah-mudahan dengan larungan ini bisa memperoleh peningkatan keberkahan,” kata dia.
Diketahui agenda pada momen Syawalan ini bahkan tercatat dalam jurnal Hindia Belanda, Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië, terbit tahun 1868. Artikel tersebut berjudul Het Loemban Feest Te Japara atau Kegiatan pada Lomban di Jepara. (***)
*(Diskominfo, PEMERINTAH KABUPATEN JEPARA )