Para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ASEAN (Dokumentasi : @www.kemenkeu.go.id)
Jakarta, goindonesia.co – Para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ASEAN menegaskan kembali komitmen bersama untuk menjaga stabilitas keuangan dan memajukan integrasi keuangan terhadap prospek ekonomi yang tidak menentu (uncertain) yang dapat berdampak pada momentum pertumbuhan ekonomi di kawasan ASEAN.
Hal itu menjadi pesan utama yang disampaikan dalam Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ASEAN (AFMGM) yang diselenggarakan secara kolaboratif oleh Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia pada 31 Maret 2023 di Nusa Dua, Bali.
Pertemuan ini dihadiri oleh para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral dari sembilan negara ASEAN (Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam), serta perwakilan dari enam organisasi internasional, yaitu Asian Development Bank (ADB), ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO), International Monetary Fund (IMF), Financial Supervisory Board (FSB), Bank for International Settlement (BIS) dan World Bank.
Dalam pertemuan tersebut, Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati, menyampaikan peran penting dan strategis ASEAN sebagai pusat pertumbuhan dunia. “Kami percaya bahwa ASEAN memiliki tujuan untuk menjadi suatu kawasan dengan pertumbuhan ekonomi yang kuat, inklusif, dan berkelanjutan. Stabilitas pertumbuhan ekonomi ASEAN telah menjadi dan akan selalu menjadi bagian dari kisah ASEAN. Untuk memastikan bahwa keberhasilan ini akan berkelanjutan, kita harus memperkuat kapasitas ASEAN dalam menghadapi berbagai tantangan yang pernah dialami di masa lalu, termasuk yang tidak kalah penting adalah menghadapi tantangan baru yang muncul saat ini, hingga tantangan dua puluh tahun ke depan,” jelas Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Berbagai upaya bersama dalam menghadapi berbagai tantangan tersebut telah terefleksikan dalam tema Keketuaan Indonesia, yaitu ASEAN Matters: Epicentrum of Growth. Dengan tema ini, Indonesia berharap bahwa ASEAN akan tetap relevan, strategis, dan penting bagi dunia, atau dengan kata lain ASEAN Matters. “Epicentrum of Growth” mencerminkan bahwa Indonesia ingin menjadikan ASEAN sebagai pusat pertumbuhan ekonomi regional dan dunia.
Selain itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa, “ASEAN selalu menjadi suatu titik terang dalam perekonomian dunia, di mana kawasan ini menawarkan prospek ekonomi yang lebih menjanjikan dibandingkan dengan prospek ekonomi dunia. Hal ini menjadi suatu landasan bahwa kolaborasi dan kerja sama ASEAN yang kuat perlu dilakukan agar ASEAN mampu bertahan terhadap berbagai risiko yang dapat mengancam perekonomian kawasan”.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menyatakan bahwa untuk menjawab tantangan ASEAN, anggota harus bekerja sama secara kolaboratif dan kooperatif. “Sebagai Gubernur Bank Sentral dan Menteri Keuangan, kita harus memanfaatkan keahlian dan pengalaman kolektif kita untuk mengembangkan kebijakan dan langkah-langkah yang mempromosikan ketahanan ekonomi, keberlanjutan, dan inklusi.
Tindakan tersebut dapat mencakup tiga agenda berikut. Pertama, kita harus memiliki pemahaman yang baik tentang dinamika stabilitas makroekonomi dan keuangan global dan regional serta mampu merumuskan bauran kebijakan yang optimal. Kedua, memanfaatkan agenda global di bidang pembayaran lintas batas. Ketiga, dengan dinamika pasar keuangan global saat ini yang sangat dipengaruhi oleh siklus kenaikan suku bunga yang cepat oleh bank sentral utama, lebih penting bagi pasar negara berkembang untuk melindungi sektor eksternal dari konsekuensi yang tidak diinginkan.”
Pada AFMGM tahun ini, para anggota menyambut tema Keketuaan ASEAN Indonesia pada tahun 2023, yaitu ‘ASEAN Matters: Epicentrum of Growth“, dengan tiga dorongan strategis: (i) pemulihan dan pembangunan kembali, (ii) ekonomi digital, dan (iii) keberlanjutan. Sejak 28 Maret 2023, total 13 pertemuan tingkat tinggi (HLM) telah diadakan dengan Gubernur Bank Sentral dan Menteri Keuangan serta Deputi.
Sejalan dengan tema, Epicentrum of Growth, ASEAN secara kolektif memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabilitas makroekonomi. Misalnya, ekonomi ASEAN-5 tumbuh sebesar 5,3% tahun lalu, dan secara kolektif diperkirakan menjadi 4,6% tahun ini dan meningkat menjadi 5,6% pada tahun 2024. Pertumbuhan ini antara lain akan terus berlanjut didukung oleh konsumsi, perdagangan, dan investasi yang kuat, serta perdagangan terbuka dan investasi ke negara lain. Meskipun demikian, ASEAN dan global masih menghadapi sejumlah tantangan, antara lain dampak rambatan (spillover) dari perkonomian global, suku bunga tinggi, inflasi tinggi, serta ketidakpastian keuangan global.
ASEAN perlu menggarisbawahi pentingnya kolaborasi dan kerja sama yang kuat, yang tergambar dalam Prioritas Ekonomi Indonesia (Priority Economic Deliverables/PED), untuk mengatasi risiko-risiko yang mengancam ekonomi kawasan.
Beberapa agenda turunan PED yang berada di bawah koordinasi Kementerian Keuangan adalah kesiapsiagaan kesehatan (health preparedness); pendanaan infrastruktur, perpajakan internasional, kerja sama kepabeanan dan cukai, inklusi keuangan digital untuk UMKM dan keuangan berkelanjutan.
Keenam agenda ini akan menguatkan kerja sama dan integrasi kerja sama sektor keuangan di ASEAN di bawah cetak biru 2025 dan akan membantu kawasan merespon tantangan global yang sedang dihadapi bersama untuk memastikan pemulihan ekonomi ASEAN.
Untuk menghadapi berbagai tantangan di ASEAN, ada 3 prioritas terkait agenda bank sentral. Pertama, memperkuat bauran kebijakan makroekonomi untuk menghadapi limpahan global dalam rangka mendukung stabilitas makroekonomi dan keuangan serta mendukung pemulihan dan integrasi ekonomi di kawasan ASEAN.
Mempertimbangkan sifat tantangan yang multidimensi dan kompleks yang saat ini dihadapi kawasan ini, pertemuan tersebut menyoroti perlunya memperkuat bauran kebijakan yang mencakup reformasi fiskal, moneter, makroprudensial, dan juga struktural.
Kedua, memperluas Regional Payment Connectivity (RPC) di antara anggota ASEAN dengan cepat. Tahun lalu, di bawah Presidensi G20 Indonesia, 5 bank sentral ASEAN (Indonesia, Singapura, Thailand, Malaysia, dan Filipina) telah menandatangani MOU mengenai interkonektivitas dan interoperabilitas lintas batas, penggunaan QR, pembayaran cepat dan LCT.
Melalui RPC, anggota ASEAN berupaya menyediakan sistem pembayaran yang mulus, cepat, dan efisien untuk seluruh kawasan ASEAN.
Terakhir, pentingnya memitigasi risiko yang dapat muncul dari digitalisasi sistem pembayaran melalui penguatan regulasi, pengawasan, adopsi standar internasional, serta perlindungan konsumen.
Ketiga, memperkuat ketahanan keuangan, antara lain melalui penggunaan mata uang lokal untuk mendukung perdagangan dan investasi lintas batas di kawasan ASEAN. Para Menteri dan Gubernur Bank Sentral kemudian menyetujui Pernyataan Bersama (Joint Ministrial Statement/JMS) yang berisi perkembangan, pencapaian, dan kesepakatan bersama atas agenda-agenda tersebut.
Selain diskusi terkait kebijakan, pertemuan AFMGM juga merupakan suatu kesempatan untuk mempromosikan keragaman budaya Indonesia. Dengan tema hospitality “Discover Indonesia”, rangkaian pertemuan ini secara khusus menunjukkan seni dan budaya Indonesia Bagian Tengah dan Timur.
Selain itu, delegasi dapat mengunjungi pameran UMKM produk berkualitas dari Indonesia Tengah dan Timur, serta menikmati kopi khas Indonesia. Perkenalan keragaman budaya Indonesia selama pertemuan tersebut menunjukkan bagaimana solidaritas dapat dicapai di tengah perbedaan, dan bagaimana kolaborasi dalam komunitas ASEAN yang beragam dapat mendukung kemajuan ASEAN sebagai pusat pertumbuhan ekonomi global.
Hasil pertemuan AFMGM pertama akan dilaporkan ke KTT ASEAN ke-42 yang akan diselenggarakan pada Mei 2023 di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, yang kemudian akan dilanjutkan dengan AFMGM kedua pada Agustus 2023 di Jakarta. Berbagai agenda diskusi di Jalur Keuangan Pilar Ekonomi diharapkan dapat menghasilkan hasil konkret yang bermanfaat signifikan dan berdampak positif bagi negara-negara di kawasan ASEAN. (***)
*Departemen Komunikasi Bank Indonesia, @www.kemenkeu.go.id