Kemendikbudristek melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan menandatangani nota kesepakatan (MoU) dengan tiga pemerintah daerah terkait upaya pelestarian budaya (SM/Dok)
Jakarta, goindonesia.co – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan menandatangani nota kesepakatan (MoU) dengan tiga pemerintah daerah terkait upaya pelestarian budaya. Nota kesepakatan ini merupakan syarat penentuan pemanfaatan dan bagi hasil retribusi masuk cagar budaya yaitu Taman Prasejarah Sumpang Bita di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep), Provinsi Sulawesi Selatan, Kompleks Makam Raja-Raja Bangae Ondongan di Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, dan Cagar Budaya Taman Prasejarah Leang-Leang di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid mengungkapkan kegembiraanya atas terlaksananya penandatanganan nota kesepakatan ini. “Nota kesepakatan ini menjadi langkah awal penguatan pelestarian kebudayaan di Kabupaten Pangkep, Majene dan Maros. Selanjutnya, silahkan berdiskusi dengan teman-teman Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XIX, di Makassar sehingga muatan lokal semakin banyak dan lestari,” ucap Hilmar di Jakarta, pada Sabtu (4/3).
Hilmar menambahkan bahwa penandatanganan nota kesepakatan ini bertujuan untuk meningkatkan kerja sama antara Kemendikbudristek dengan daerah-daerah yang memiliki cukup banyak peninggalan cagar budaya. Hilmar berharap dengan adanya pembaruan penandatangan ini, dapat mencakup dan meningkatkan layanan di museum dan cagar budaya yang dikelola oleh Kemendikbudristek.
“Selama ini kita gunakan loket tiket masuk. Tetapi dengan perkembangan sekarang jauh lebih mudah dengan menggunakan e-tiket. Kita bisa mendapatkan data secara persis mengenai berapa jumlah pengunjung. Ini bukan cuma soal uang, dapat berapa, tapi juga untuk mengatur pengunjung agar mendaftar dulu sebelum datang,” ujar Hilmar.
Dalam kesempatan yang berbeda, Bupati Pangkep, Muhammad Yusran Lalogau menyambut baik nota kesepakatan dengan Kemendikbudristek. “Nota kesepakatan ini menjadi landasan dalam mensinergikan dan memadukan pengembangan kepariwisataan di Kabupaten Pangkep yang saling menguntungkan dan bermanfaat,” tutur Yusran.
Bupati Majene, Achmad Syukri dan Bupati Maros, Chaidir Syam juga mengapresiasi nota kesepakatan ini. Bahkan, Chaidir menambahkan bahwa nota kesepakatan ini dapat membuka jalan agar Cagar Budaya Taman Prasejarah Leang-Leang mendapatkan pengakuan secara global dari UNESCO.
“Terima kasih kepada Kemendikbudristek, khususnya Dirjen Kebudayaan. Semoga nota kesepakatan ini bisa menjadikan Cagar Budaya Taman Prasejarah Leang-Leang, mendapatkan pengakuan secara global dari UNESCO. Terlebih pada situs ini sudah ditemukan salah satu situs lukisan gua tertua yang sudah ada sejak 45.000 tahun lalu. Ini peradaban yang perlu dilestarikan bersama,” jelas Chaidir.
Penandatangan nota kesepakatan dengan tiga pemerintah daerah ini dilaksanakan dalam waktu yang berbeda. Penandatangan nota kesepakatan dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Pangkep dilaksanakan pada 27 Februari 2023. Sementara itu, penandatangan dengan Kabupaten Majene dan Kabupaten Maros dilaksanakan pada 3 Maret 2023.
Informasi Umum Tiga Cagar Budaya
Taman Prasejarah Sumpang Bita terletak di Kampung Sumpang Bita, Kelurahan Balocci, Kecamatan Balocci Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Sulawesi Selatan. Taman Prasejarah ini termasuk dalam area Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung (TN – BABUL). Di Kompleks Taman Prasejarah Sumpang Bita ini terdapat dua gua prasejarah yaitu Gua Sumpang Bita dan Gua Bulu Sumi, dengan luas kawasan sekitar 2 ha yang terbagi atas tanah datar dan gunung kapur.
Dari hasil pendataan, di gua ini terungkap temuan arkeologis berupa lukisan dinding gua, cangkang moluska, fragmen gerabah polos dan berhias, serta fragmen tulang dan gigi manusia. Kedua gua tersebut berada di bagian gugusan Bukit Bulu Bita. Saat ini Taman Prasejarah Sumpang Bita telah dimasukkan ke dalam daftar inventarisasi Situs Balai Pelestarian Cagar Budaya sebelum berubah menjadi Balai Pelestarian Kebudayaan Sulawesi Selatan dengan nomor inventaris 195.
Selanjutnya, Kompleks Makam Raja–Raja Banggae yang terletak di Jalan Ondongan, Kampung Pangali-ali, Desa Pangali-ali, Kecamatan Banggae, Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat. Penamaan situs ini diambil dari sebuah nama seorang pemimpin di daerah Poralle yang bernama Banggae.
Cagar budaya ini merupakan kompleks pemakaman bagi raja-raja atau Mara’dia dan anggota Hadat Banggae. Kemunculan Hadat Banggae diperkirakan pada masa pemerintahan Daenta Melanto (Mara’dia Banggae II) ketika bergabungnya Totoli ke dalam Kerajaan Banggae.
Jumlah makam yang berada di situs ini berjumlah 251. Makam terbuat dari bermacam-macam batu, seperti batu padas, batu karang, dan balok/papan kayu. Ragam hias yang terdapat pada kompleks makam ini berupa hiasan antropomorfis dengan motif manusia dan binatang, hiasan floraistis dalam bentuk daun-daunan kaligrafi, serta ragam hias geometris dalam bentuk swastika, spiral (pilin ganda) dan meander. Ragam hias tersebut pada umumnya terdapat pada pelipit jirat, kijing, dan nisan makam.
Kemudian, Cagar Budaya Taman Prasejarah Leang-Leang yang terletak pada deretan bukit kapur (karst) di Kawasan Karst Maros-Pangkep, Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung, wilayah Kabupaten Maros. Pada langit-langit Gua Leang Pettae ditemukan lukisan menyerupai Babi Rusa satu ekor yang sedang meloncat serta ditemukan juga tiga buah gambar telapak tangan. Sementara itu, pada dinding Gua Leang Pettakere ditemukan lukisan menyerupai Babi Rusa satu ekor dan 22 buah cap telapak tangan, serta 6 buah gambar tangan hingga siku yang kesemuanya bewarna merah.
Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Sulawesi Selatan sendiri telah melakukan kajian pengembangan lebih detail terkait cagar budaya ini. Kajian tersebut dilaksanakan di Leang-Leang pada tanggal 19-26 Juni 2020 yang melibatkan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Maros, Tim Ahli Cagar Budaya Kabupaten Maros, Akademisi Universitas Hasanuddin, Peneliti Balai Arkeologi, Balai Taman Nasional Bantimurung dan Bulu Saraung, serta tim kajian dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan. (***)
(Sumber : Kemendikbudristek RI, @www.kemdikbud.go.id)